Kamis, 13 Maret 2008

BABAD NARAPATI

Malam berjalan bersama awan sisa mending sore
Cahaya bintang kembali terang dibalik bulan mati
Udara kembali segara dilambaikan daun-daun nyiur
Burung malam kembali berkukur menanti mangsanya

Hidup kembali terang dalam kegelapan
Walau tak sama tetapi serupa nyatanya
Tangan tetap bisa menyentuh, hidung tetap bisa mencium
Yang hidup tetap bisa mati, yang mati tetap diadili

Manusia utama kembali berjalan di permukaan
Walau tertatih di tengah padang keterasingan
Wajah-wajah asing memandang curiga sang pendatang
Bertanya apakah pemimpin dunia tengah telah datang

Narapati berjalan diantara dua dunia
Di dalam gelembung tipis dunia setengah dewa
Membangun apa yang poranda di bumi
Mencipta apa yang hilang di bawah matahari

Merupa nirwana bumi mayapada
Di bawah dua pilar penyangga cakrawala
Mempurwakan amarta madya
Mengisahkan kehidupan di bhuwarloka

Saat purnama di puncak malam
Pilar satuasra berpendar di langit cakravartin

Meronakan jiwa di gunung sang Brahma
Memekarkan puja di puncak Iswara

Berjalan bersama para Narasimha
Terbang bersama para Garuda
Melebarkan langkah hingga Angkor
Merentangkan sayap dari Pagan hingga Kutai

Menyangga Bhuwarloka dengan dua pilar
Pilar keabadian dalam gelap dan terang
Memuncak sinar sang Narayala
Melembah bayang sang Naraphala

Rabu, 12 Maret 2008

Berbicara Dengan Cermin

Aku berbicara, setiap kata-kataku aku usahakan agar aku terdengar pandai dan punya intelektualitas tinggi.A
ku buat orang lain terkagum-kagum dengan semua isi pembicaraanku
Aku gunakan istilah-istilah keren nan modern untuk menunjukan bahwa aku berpikiran maju
Aku sampaikan semuanya dengan menggebu-gebu dan tanpa jeda untuk orang lain berpikir sejenak mencari kelemahan-kelemahanku
Aku berbicara, kali ini dengan cermin di hadapanku
Aku bergaya dengan seribu tatap mata yang penuh sinar kejeniusan
Aku berkata dengan lantang mengatakan bahwa aku sangat berwibawa
Tapi kali ini aku kena batunya,Kata-kataku memantul seperti sinar yang mental dari datarnya cermin
Kata-kataku kembali kepadaku, aku gelagapan
Aku tak bisa menjawabnya, karena aku memang hanya menyiapkan diri untuk berkata-kata saja, bukan menjawab dari setiap perkataan yang aku lontarkan sendiri
Aku coba menutupi rasa kagetku, tapi tampaknya cermin di hadapanku sempat melihat perubahan ekspresi wajahku.
Ketika aku tersenyum menertawai kebodohanku sendiri dalam hati, cermin itu pun tersenyumseakan dia tahu bahwa aku sedang melakukan sebuah kebodohan
Ah... bodohnya aku, sudah barang tentu dia tahu apa yang aku pikirkankarena dia tidak lain adalah aku sendiri pada tubuh yang lain
Pikiranku sendiri pada tubuh orang lain.
Ah... bodohnya aku, masih saja tidak sadar bahwa orang lain terkadang punya logika yang sama denganku, itu kenapa aku mendapatkan pertanyaan yang tidak bisa aku jawab sendiri.
Cermin itu bisa datang dalam bentuk apapun, liku-liku pikiranmu pun bisa dipantulkan setiap saat oleh apapun.yah....

Selasa, 19 Februari 2008

AKU INGIN PULANG

Jauh aku pikir.... tapi belum juga kalau aku bandingkan dengan orang lain.
Tapi menurutku ini sudah terlampau jauh, aku tidak tahu lagi apakah aku masih bisa menempuh perjalanan di depanku.
Aku sudah ingat jalan sekarang, tapi aku tidak tahu apakah aku bisa pulang.
Aku ingin pulang, entah karena aku merasa raga ini sudah terlalu campur baur dengan penyakit bumi.
Aku tak menyalahkan tanah yang aku pijak, tak juga menuding udara yang aku hirup, apalagi air yang mengalir di pipa-pipa kapiler di bawah kulitku.
Aku sendiri yang bertanggung jawab atas apa yang sudah aku isi ke dalam diriku sendiri.
Tapi pertanyaanku belum juga bisa terjawab, "Apakah aku masih bisa pulang ?".
Kyai-kyai suci bilang katanya selama masih ada udara yang bisa aku tarik ke dalam rongga dadaku, walaupun itu cuma sehela-an saja, masih cukup waktu untuk ku bisa pulang.
"Lalu kemana arahnya ?, aku tak tahu jalan" Hatiku terus mengais-ngais jejak-jejak yang pernah aku lalui. Tapi terlalu samar untuk aku kenali lagi sebagai jejakku.
"Sholatku, Mengajiku, Amalku" sering melompat-lompat, sehingga seringkali jejak itu terputus, dan tak tahu dimana letak sambungannya.
"Oh Tuhan, bisakah aku pulang ?" aku sudah begitu ketakutan berada disini, padahal Engkau baru mengganjarku dengan sedikit saja dari kuasaMu yang Maha Dahsyat.
Aku Ingin Pulang, walaupun aku sudah ingat jalan, tapi aku lupa arahnya.
Oh Tuhan, bukan aku mendahului keputusanMu, tapi menurutku aku sudah terlalu jauh berjalan. Aku tak ingin lagi melanjutkannya. Aku ingin Pulang.
Aku ingin pulang, hanya pulang.......
AKU INGAT JALAN

Entah apa yang ada dalam pikiranku
saat itu yang aku tahu hanya berjalan
tak aku pikirkan dimana aku akan berhenti
tak pula aku lihat kembali ruang dibalik punggungku
kakiku memang terasa letih
tapi aku terlalu asyik dengan isi ruang kepalaku sendiri
aku hanya terus berjalan
tak kuhiraukan apa yang lewat
dalam jalan ku tunduk kepalaku
menuju arah tak tahu dengan kacamata kuda
kudengar sesuatu yang indah
tapi tak juga aku menoleh
sedetik sempat aku melihat lurus ke depan
sejenak kagum akan pandangan dimuka
kulirik saja mataku ke kiri dan ke kanan
sejenak terhenyak sesal apa aku lewatkan
apa saja yang sedari tadi aku lewati
ternyata begitu indah
aku tak ingat jalan yang aku lalui
tapi aku merasakan sesal tak mengalaminya
sekarang aku akan ingat jalanku
karena aku akan mengalaminya
karena aku akan melihat apa yang ada
entah bahagia ataupun duka
aku ingin menikmatinya
tak peduli sakit atau senang rasanya
yang terpenting sekarang
aku ingat jalan
jalan yang akan aku kenang
dan dapat aku ceritakan kepada yang lain

CERMIN RETAK

Aku datang dengan cermin-cermin
Kupaksakan menatap walau sudah retak
sepuluh, seratus, seribu pecahan jiwa
tak utuh walau menjadi satu
Harap tak pernah usai
sekadar jiwa mendapat gelang biru
tak penat walau balas terburai
menatih sukma ke dalam batu
aku cermin-cermin pecah
seribu wajah menatap sama
tengadah harap sedekah
bagi jiwa merana
banyak kau lihat
sedikit kuminta
banyak kau sangka
putih kurasa
bila harap tepuk sendiri
tak apa tak jadi
jiwaku mengerti
asa simpan dihati
NARAPATI

Saat bintang pertama menyerahkan dirinya untuk kehidupan
Keduanya hanyalah api yang membara
Air mendinginkannya pada saat ketiga
Setelahnya udara ditiupkan bersama badai pada yang keempat
Lima hari menunggu bumi menjadi rumah
Surga kedua tercipta di hari ke enam
Para Dewa bertanya,

Apakah Tuhan telah melakukan kesalahan ?
Mengapa Dia menciptakan surga yang lain ?
Mengapa Dia membuatnya lebih indah dari surga kita ?

Mengapa Dia memberikannya pilihan ?
Ah, ternyata Tuhan juga tak sempurna katanya
Kalau tidak salah, mengapa Dia harus membahayakan dunia yang diciptakannya dengan menciptakan lagi mahluk yang tak putih tak juga hitam
Narapati, apakah dia beruntung atau sebenarnya terkutuk
Tapi kalaupun terkutuk aku sangat ingin menjadi seperti mereka
begitu bebas dengan pilihan Tuhannya
AKU ?

Aku berjalan di padang pertanyaan

Dalam kerimbunan jawaban yang tak kumengerti

Setiap langkah membawa tanya

Setiap nafas meminta jawabnya